Secara historis, sebagaimana akan di jelaskan pada bagian berikut, estetika merupakan bagian filsafat(keindahan), diturunkan dari pengertian persepsi indra (sense-perception). Pada perkembangan awal ini estetika disebut dengan istila keindahan (beauty), merupakan bagian filsafat metafisika. Alexander Gottlieb Baumgarten mulai membedakan antara pengetahuan inderawi dengan pengetahuan intelektual, mempersempit pengertian persepsi indra dengan persepsi artistic sekaligus membedakan antara pengalaman artistic dengan pengalaman indra yang lain. Persepsi artistic inilah yang disebut sebagai keindahan artistic. Dengan kalimat lain, baumgarten lah orang pertama kali menggunakan estetika, melepaskannya dari filsafat sehingga menjadi ilmu pengetahuan yang mandiri.
Secara etimologis estetika berasal dari Yunani, yaitu:aistheta, yang juga diturunkan dari aisthe (hal-hal yang dapat di tanggapi dengan indra, tanggapan indra). Pada umumnya aisthe diposisikan dengan noeta, dari akar kata noein, nous, yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan pikiran. Dalam pengertian yang lebih luas berarti kepekaan untuk menanggapi suatu objek, kemampuan pencerapan indra, sebagai sensitivitas. Dalam bahasa Inggris menjadi aesthetics atau esthetics. Orang yang sedang menikmati keindahan disebut aesthete, sedangkan ahli keindahan disebut aesthetician. Dalam bahasa Indonesia menjadi astetikus, estetis, dan estetika, yang masing-masing berarti orang yang ahli dalam bidang keindahan, bersifat indah, dan ilmu atau filsafat tentang keindahan atau keindahan itu sendiri.
Dikaitkan dengan kemampuan subjek untuk memahami suatu objek pada umumnya, estetika berhubungan dengan fungsi lidah, selera, dan perasaan, sebagai cita rasa (taste), persepsi indra (sense-perception). Oleh karena itulah, pada awalnya estetika juga disebut teori cita rasa. Tetapi sejak munculnya tulisan Baumgarten, secara berangsur-angsur pengertian estetika dipersempit hanya pada pengalaman keindahan, lebih sempit lagi pada keindahan artistic. Sebagai penikmat, lebih sempit lagi pada keindahan artistic. Sebagi penikmat, subjek sekaligus harus harus membedakan antara keindahan alamiah, keindahan artistic dan pengalaman indrawi yang lain. Oleh karena masalah keindahan merupakan dominasi karya seni, filsafat keindahan juga disebut filsafat atau teori seni. Pada umumnya masalah-masalah keindahan dikaitkan dengan seni murni yaitu: seni sastra, seni lukis, seni patung, seni pahat, seni arsitek, dan seni music, yang dipertentangkan dengan seni mekanis, seni bermanfaat, atau seni terapan, seperti pakaian, mobil, senjata, permadani, perhiasan dan sebagainya.
Dikaitkan dengan hakikat sastra, ada satu istilah lain yang dianggap berkaitan erat dengan kemahiran di atas, yaitu artificial. Secarah leksikal artificial berarti: a). dibuat-buat, b). dibuat melalui suatu keahlian dan c). pandai dan tangkas. Dalam bahasa Indonesia pun istilah artificial digunakan untuk menjelaskan hakikat sastra yang kemudian memiliki padanan dengan rekaan. Secarah genetis karya sastra terjadi karena direka, dibuat-buat, sehingga yang semula tidak ada menjadi ada.
1.1 Sumber Estetika
Apabila di atas sudah di jelaskan secara ringkas definisi dab cirri-ciri umum estetika, maka masalah berikut yang perlu dipecahkan, dimanakah sesungguhnya sumber utama keindahan itu?timbul empat kemungkinan yaitu: tuhan. Seniman, karya seni itu sendiri, dan penikmat. Atas dasar pertimbangan bahwa segala sesuatu berasal dari kebesaran, kekuatan, dan kemuliaan Tuhan. Keseluruhan ciptaan Tuhan terbentuk indah. Suatu benda yang dianggap tindak indah bagi sekelompok orang. Menjadi indah bagi kelompok yang lain. Seperti diatas, benda yang tidak indah pada saat tertentu, menjadi indah pada saat yang lain.
Pertanyaan berikut, sejak kapankah manusia mengenal,memanfaatkan keindahan? Jawabanya sangat relative mengingat jarak waktu yang sudah meliputi bukan ratusan, melainkan ribuan, bahkan mungkin milyaran tahun. Arnold Hauser bahkan menyebutkan bahwa karya seni itu sudah ada sejak zaman Paleolitikum, sekitar 750.000-15.000 tahun yang lalu. Di duga ada dua pendapat mengenaisebab-sebab timbulnya seni:
- stilisasi dan idealisasi kehidupan;
- reproduksi dan preservasi kehidupan alamiah benda-bena.
Konsep dasar inilah yang kemudian menimbulkan seni dalam perkembangannya yang paling awal, yaitu seni dengan cirri ornamental geometris dan seni imitasi naturalistic. Dalam hubungan ini dapat dipahami bahwa seni secara etimologis, seperti diebut diatas adalah semacam keterampilan atau kemahiran, sehingga karya seni seolah-olah bersifat esoteric.
Menurut Anthony Synnott mitos kecantikan yang paling kuno adlah keyakinan bahwa kecantikan baik, sebaliknya, ketidak cantikan tidak baik. Dalam hubungan inni, kecantikan, sebagaimana dijelaskan symposium identik dengan kebaikan, kebahagiaan, kebenaran pengetahuan dan cinta menurut synnott, orang-orang yunani mencintai kecantikan, keindahan dalam pengertian yang lebih luas. Mereka menyukai arsitektur, patung, keramik, mata uang, mosaic. Mereka juga menyukai kekuatan tubuh laki-laki seperti tampak pada dalam olah raga olimpiade.
Pertanyaan yang lain, untuk siapakah estetika itu? Jawaban yang paling muda adalah untuk manusia secara keseluruhan. Oleh karena karya seni diciptakan oleh seniman, maka kelompok pertama yang menikmatinya adalah para seniman itu sendiri. Oleh karena karya seni pada gilirannya digandakan, dicetak, di pamerkan disebarluaskan dan diperjualbelikan, maka karya seni pun dinikmati oleh masyarakat secara keseluruhan.
Secara umum proses kreativitas berasal dari dua energy, yaitu: a). energy dari dalam dan b). energy dari luar. Kedua energy ini kemudian menjadi satu sehingga melahirkan kekuatan total dalam diri seniman untuk menangkap keindahan tuhan. Terlepas dari pendapat kemudian, dalam teori –teori postrukturalisme, yang menganggap bahwa pengarang sudah mati, sebagai aninimitas, pengetahuan secara factual menunjukkan bahwa pengarang merupakan sumber karya seni.
Proses kreatif hamper sama pada semua karya seni. Perbedaanya semata-mata terletak dalam penggunaan media. Atas dasar keterbatasan manusia di satu pihak. Pendalaman pemahaman terhadap objek di pihak lain, pada umumnya seniman hanya menguasai salah satu dari keberagaman karya seni yang ada.Persoalan terakhir adalah letak keindahan dalm diri seniman dan manusia pada umumnya. Seperti diketahui, manusia terdiri atas dua unsur jasmani dan rohani, raga dan jiwa, fisiologi dan psikologi,intelektual dan emosional. Sebagai aktivitas mental, cipta seni jelas berkaitan dengan unsur kedua dari oposisi biner tersebut. Pada umumnya unsur emosional yang dianggap paling berperan.
Estetika, dan dengan demikian juga aspek-aspek mental psikologi yang lain adalah suatu gejala ketaksadaran artinya, keberadaan objek yang diamati masuk kedalam wilayah pemahaman di luar kesdaran yang dimaksud dengan kehidupan sehari-hari, bukan sebagai seseorang yang hilang ingatan. Ketaksadaran yang dimaksud adalah bahwa dalam mengadakan penikmatan yang terjadi adalah proses emosional, penikmatan seolah-olah menyerahkan diri agar di kuasai oleh keindahan.
Sesuai dengan judulnya jelas dalam buku ini dibicarakan sebagi hal yang berkaitan dengan keindahan, kaitannya dengan sastra dan kebudayaan. Indah, sebagai kata sifat, tidak bias berdiri sendiri, melainkan selalu dalam kaitannya dengan suatu benda sehingga benda tersebut bersifat indah. Diduga, cirri-ciri keindahan yang paling awal dikemukakan plato dan aristoteles, yaitu: teratur, simetris, dan proporsional. Meskipun demikian, pada umumnya Liang Gie ada lima syarat yang harus dipenuhi yaitu: a). kesatuan, totalitas(unity), b). keharmonisan, keserasian(harmony), c). kesimetrisan (symmetry), d). keseimbangan (balance), e). pertentangan, perlawanan, kontradiksi (contrast). Apabila keindahan di bedakan menjadi dua periode utama, yaitu modern dan postmodern, maka empat cirri yang utama dominan dalam estetika modern dan sebelumnya, sedangkan cirri yang terakhir dominan pada estetika postmodern. Dikaitkan dengan pendapat Lotman, sekelompok yang pertama termasuk identitas, sedangkan sekelompok yang kedua termasuk estetika oposisi.
No comments:
Post a Comment