Judul Cerpen :
Jawa, Cina, Madura Nggak Masalah… yang Penting
Rasanya.
Judul Kritik Sastra :
Jangan “Njajan” Sembarangan
Tema :
Wanita dalam Sastra
Karya :
M. Shoim Anwar
Oleh :
Yulia Ainur Rofiqoh (105200268/2010-B)
Dalam cerpen “Jawa, Cina, Madura,
Nggak Masalah… yang Penting Rasanya” karya M. Shoim Anwar terdapat bahasan yang menarik yaitu
permasalahan wanita yang ingin mengubah pandangan mengenai permasalahan hak,
status, kesempatan dan peranan dalam masyarakat. Fenomena tersebut dapat
dinamakan sebagai feminisme. Feminisme membahasa tentang bagaimana membuat
penjelasan mengenai pengalaman dari berbagai perbedaan tersebut, dibuktikan
dalam kutipan sebagai berikut.
“
Mau enaknya saja,” tukasnya “aku tambah lebih capek”
“Mestinya
itu urusanmu.” Saya membalas
“Kalau
ingin yang cantik kamu harus berkorban”
“Malu”
Saya membalas pelan
“Begituan
malu kasep, tega-teganya istri disuruh sendirian”
“Kebanyakan
perempuan melakukannya sendiri”
“Tiap
hari kok melayani melulu dan selalu di bawah suami, sesekali aku di atas biar
sedikit leluasa bergerak”
“Sesekali
aku juga perlu istirahat”
“
Ini pun demi kamu, kalau kelihatan cantik kamu juga yang senang”
Kutipan cerpen tersebut menggambarkan
percakapan antara aku dan istri. Terlihat bahwa istri ingin mempunyai hak yang
sama, yaitu dilayani oleh suami. Istri mengatakan bahwa ia sudah terlalu capek
memenuhi kebutuhan suami sehingga sesekali ia juga harus dilayani. Istri juga
menuntut kesempatan dan peranan yang sama, yang tak mau dikuasai oleh suami
sehingga ia dapat melakukan sesuatu dengan leluasa termasuk untuk menyuruh
suami melakukan perintah sang istri.
Begitu juga dengan kutipan di bawah
ini juga menggambarkan feminism,
“Kalau
kurang kamu tambahi,” katanya sambil mengulurkan uang
“Nambahi
lagi,” saya ngedumel
“Katanya
pingin yang cantik?”
Dari
kutipan terlihat tokoh aku terlalu pasrah dan menuruti apa yang diinginkan
istri. Meskipun tokoh aku ngedumel ia tetap menuruti kemauan sang istri,
terbukti dengan ia brangkat ke tokoh make
up untuk membelikan alat- alat kecantikan untuk istrinya. Tokoh Aku
diperlakukan seperti itu karena ia menginginkan istrinya cantik sehingga ia
juga harus berkorban untuk membantu istri terlihat cantik, salah satunya membelikan
perlengkapan kecantikan.
Setelah pulang dari membeli
perlengkapan, tokoh Aku mendapat ide baru untuk membuat sang istri geram. Ia teringat
dengan selogan penjajah jajan yang begini bunyinya “Jawa, Cina, Madura nggak
masalah. Yang penting rasanya……” sesaat sampai di rumah selogan itu dibisikkan
di telingah sang istri, istrinya pun geram dan hendak menampar Aku namun dengan
sigap tangannya menepis. Bungkusan plastic ia serahkan dipangkuan sang istri
dan sontak ia tertawa dan tak dapat berkata apa-apa. Namun pada akhirnya sang
tokoh Aku masih kalah dengan sang istri ini terlihat dalam kutipan berikut
Spontan
perempuan itu bangkit dan mendorong saya. Karena tidak siap saya terdorong ke
belakang dan jatuh ketika menabrak kursi.
:Jawa,
Cina, Madura nggak masalah, yang penting rasanya….,” kata istri saya menirukan
sambil tertawa-tawa menuding saya yang sedang terjengkang,sialan!
Dari
kutipan tersebut dapat terbukti tokoh Aku tak dapat berkutik, kata “terjengkang”
menyimbolkan kekalahan sang tokoh Aku dan ia hanya isa mengumpat saat sang
istri menertawakan kekalahannya. Oleh sebab itu jangan “njajan” sembarangan
tanpa sepengetahuan anak dan istri. Karena dapat menimbulkan salah sangka dan
dampaknya juga kembali ke diri sang suami.
No comments:
Post a Comment