Judul Cerpen :
Kutunggu di Jarwal
Judul Kritik Sastra :
Jangan “Njajan” Sembarangan
Tema :
Wanita dalam Sastra
Karya :
M. Shoim Anwar
Oleh :
Yulia Ainur Rofiqoh (105200268/2010-B)
Sebagai Negara hukum harusnya
menegakkan hukum seadil-adilnya, nmaun kenyataan di luar, hukum hanya berpihak
kepada orang-orang yang mempunyai uang. Bagi mereka pelanggar hukum dapat
mengatakan “minta tolong” kepada penegak hukum, dan secara dengan suka rela
mereka merancang skenario sesuai dengan yang diinginkan.
Seperti yang dapat dilihat dalam
kutipan cerpen berikut,
Sejak
mendapat surat perintah dari pimpinan untuk membuat rentut atau rencana
tuntutan aku sudah dilanda gelisah. Ini adalah rentut yang paling banyak makan
pikiran dan paling berat selama karierku. Tak dapat dihindari, aku dipaksa oleh
ketentuan untuk menetapkan dakwaan tiga lapis atas para tersangka, yaitu hukum
mati, hukum seumur hidup, serta hukuman 20 tahun penjara.
Dari
kutipan di atas terlihat bahwa seorang hakim dapat menentukan tututan sebelum
persidangan berlangsung, hal ini mereka sebut sebagai rentut rencana tuntutan. Rentut
dapat terjadi apabila ada surat tugas dari sang pimpinan hal ini menandakan
bahwa semua penegak hukum terlibat dalam sandiwara. Hukum yang dibuat oleh
penegak hukum, dimainkan oleh penegak hukum dan yang menyandiwarakan juga
penegak hukum.
Rentut akan berpihak kepada orang-orang yang dapat
mengatakan “minta tolong “ kepada
penegak hukum ini terbukti dalam cuplikan sebagai berikut.
Kami,
tiga orang hakim dan seorang jaksa saat itu, yang biasanya dengan santai dan
kelakar saling membantu menyusun skenario untuk disandiwarakan saat siding
karena pihak yang berperkara sudah menyatakan “minta tolong”, kini harus super
hati-hati. Berhari=hari aku sangat susah tidur setelah menetapkan salah satu
terdakwa dengan tuntutan hukuman mati. Bila itu benar- benar divoniskan, aku
merasa punya andil terbesar dalam mengakhiri hidup seseorang. Tapi, syukurlah,
sementara hakim ketua, Aria Hutabala sudah mulai berpikir kemungkinan tak
menjatuhkan vonis mati.
Dapat dilihat bahwa
hukum berpihak kepada orang yang dapat
mengatakan “minta tolong”. “minta tolong” itu dapat berisi sejumlah uang,
berupa mobil mahal bahkan wanita jalang. Bagi para penegak hukum bentuk imbalan
dari “minta tolong” memengaruhi bentuk
vonis bagi para terdakwah.
Begitu pandainya para penegak hukum dalam memainkan
sandiwara di pengadilan. Namun ketika ada saudara mereka yang mebutuhkan
bantuan hukum dari Negara tetangga mereka tak dapat berbuat apa-apa. Dapat
dilihat dalam cuplikan berikut.
Ini
hari Sabtu. Pada bagian lain, koran tadi juga memberitahukan, Jumat kemarin ada
pelaksanaan hukuman mati terhadap seorang pembantu yang dinyatakan bersalah
karena dengan sengaja membunuh juragannya.
Banyak terjadi fenomena
TKW Indonesia mendapat hukuman mati karena telah membunuh juragan atau mencuri,
namun para penegak hukum Indonesia tak dapat memeberikan bantuan hukum terhadap
para pahlawan defisa Negara. Inilah akibatnya dari lemahnya hukum di negeri
tercinta, hukum hanya sebagai sandiwara di meja hijau. Semoga Negara akan lebih
baik ditangan para generasi muda.
No comments:
Post a Comment