Wednesday, April 2, 2014

Sandiwara di Meja Hijau

Judul Cerpen               : Kutunggu di Jarwal
Judul Kritik Sastra      : Jangan “Njajan” Sembarangan
Tema                           : Wanita dalam Sastra
Karya                          : M. Shoim Anwar
Oleh                            : Yulia Ainur Rofiqoh (105200268/2010-B)

          Sebagai Negara hukum harusnya menegakkan hukum seadil-adilnya, nmaun kenyataan di luar, hukum hanya berpihak kepada orang-orang yang mempunyai uang. Bagi mereka pelanggar hukum dapat mengatakan “minta tolong” kepada penegak hukum, dan secara dengan suka rela mereka merancang skenario sesuai dengan yang diinginkan.
          Seperti yang dapat dilihat dalam kutipan cerpen berikut,
Sejak mendapat surat perintah dari pimpinan untuk membuat rentut atau rencana tuntutan aku sudah dilanda gelisah. Ini adalah rentut yang paling banyak makan pikiran dan paling berat selama karierku. Tak dapat dihindari, aku dipaksa oleh ketentuan untuk menetapkan dakwaan tiga lapis atas para tersangka, yaitu hukum mati, hukum seumur hidup, serta hukuman 20 tahun penjara.

Dari kutipan di atas terlihat bahwa seorang hakim dapat menentukan tututan sebelum persidangan berlangsung, hal ini mereka sebut sebagai rentut rencana tuntutan. Rentut dapat terjadi apabila ada surat tugas dari sang pimpinan hal ini menandakan bahwa semua penegak hukum terlibat dalam sandiwara. Hukum yang dibuat oleh penegak hukum, dimainkan oleh penegak hukum dan yang menyandiwarakan juga penegak hukum.
           
            Rentut akan berpihak kepada orang-orang yang dapat mengatakan  “minta tolong “ kepada penegak hukum ini terbukti dalam cuplikan sebagai berikut.
Kami, tiga orang hakim dan seorang jaksa saat itu, yang biasanya dengan santai dan kelakar saling membantu menyusun skenario untuk disandiwarakan saat siding karena pihak yang berperkara sudah menyatakan “minta tolong”, kini harus super hati-hati. Berhari=hari aku sangat susah tidur setelah menetapkan salah satu terdakwa dengan tuntutan hukuman mati. Bila itu benar- benar divoniskan, aku merasa punya andil terbesar dalam mengakhiri hidup seseorang. Tapi, syukurlah, sementara hakim ketua, Aria Hutabala sudah mulai berpikir kemungkinan tak menjatuhkan vonis mati.
Dapat dilihat bahwa hukum berpihak kepada  orang yang dapat mengatakan “minta tolong”. “minta tolong” itu dapat berisi sejumlah uang, berupa mobil mahal bahkan wanita jalang. Bagi para penegak hukum bentuk imbalan dari “minta tolong”  memengaruhi bentuk vonis bagi para terdakwah.
            Begitu pandainya para penegak hukum dalam memainkan sandiwara di pengadilan. Namun ketika ada saudara mereka yang mebutuhkan bantuan hukum dari Negara tetangga mereka tak dapat berbuat apa-apa. Dapat dilihat dalam cuplikan berikut.
Ini hari Sabtu. Pada bagian lain, koran tadi juga memberitahukan, Jumat kemarin ada pelaksanaan hukuman mati terhadap seorang pembantu yang dinyatakan bersalah karena dengan sengaja membunuh juragannya.

Banyak terjadi fenomena TKW Indonesia mendapat hukuman mati karena telah membunuh juragan atau mencuri, namun para penegak hukum Indonesia tak dapat memeberikan bantuan hukum terhadap para pahlawan defisa Negara. Inilah akibatnya dari lemahnya hukum di negeri tercinta, hukum hanya sebagai sandiwara di meja hijau. Semoga Negara akan lebih baik ditangan para generasi muda. 

No comments:

Post a Comment